Dia Seperti Yang (Pernah) Kukenal

by 00.05 12 komentar
Senja itu, aku pulang kampung sendirian. Sebenarnya bukan rasa kangen yang melatar belakangi kepulangan ini. Tapi gara-gara ada broadcast message dadakan dari kampus Senin harus bawa palu, obeng, tang dan perkakas sejenisnya. Meskipun perawat gigi, harus bisa akrab dengan perkakas seperti ini. Kita akan diajari menjadi perkasa. Hahaha 
Seperti biasa, ketika aku pulang ada beberapa opsi: nebeng temen atau naik angkot. Maklum Jomblo. Hahaha Tapi kali ini aku milih naik angkot karena kemaren aku dapet fatwa dari ibuku, gak boleh nebeng-nebenganan sama temen. Kepulanganku kemaren, ada insiden kecil yang menciptakan keluarnya fatwa tersebut. Maklum keluargaku sangat sensi kalo anaknya berhubungan dengan lawan jenis. Lebih tepatnya terlalu sayang gituloh. Sebenernya itu yg terbaik untuk aku juga sih.
Suasana Ramadhan memang selalu identik dengan panasnya. Apalagi di angkot, duh rasanya bak dimasukkan autoclave elektric dengan suhu normal. Panasnya subhanalllah... Lagi-lagi, pikunku kumat, yaps aku lupa gak bawa headset. Setidaknya, ada pendingin tellingalah di angkuhnya kota Surabaya.
Namun, ketika aku naik angkot jurusan krian-mojosari, ada suatu pemandangan yang memaksa mataku untuk menjadi lebih besar dan memandang lebih lama. Iya, aku bertemu sesosok pemuda yang pernah spesial mengusik kehidupanku.
Kau mengenakan kaos oblong yang dibalut dengan kemeja flanel kotak-kotak dan bercelana jeans belel. Stylemu masih sama antara klombor dan styles, yang selalu kau bela ”Ya, ini seni". Kaulah orang nomor satu kalo masalah ngeles.
Cara kau duduk merunduk---menerjemahkan segala perjalanan kehidupan. Dibalik kepawaianmu berbicara maupun menciptakan humor, kau punya keterasingan sendiri menciptakan teori-teori nakal—meskipun di keramaian sekalipun. Kadang juga kata-kata romantis yang tiada bosan kubaca berkali-kali. (itu dulu)
Cara kau melepas rokokmu yang begitu khas dari mulutmu. Kebiasaanmu ini memang tak bisa kuhadapi lagi, (dulu). Ternyata, sekarang kau masih sama, (masih) suka melukai badanmu. 
Makanya, badanmu aja kau lukai apalagi aku.
Semboyan "merokok membunuhmu"pun tak pernah kau gubris sekalipun. Kau terus bilang gini "Rokok kan bukan Tuhan. So, kenapa aku harus takut mati karena sebatang rokok. Hahaha gak rasional.“
Menurutku sih, merokok itu sah-sah saja asal tidak membagikan penyakit ke lingkungan sekitarnya. Mau sakit ya, sakit sendiri aja. Gak usah ngajak-ngajak.
Cara kau memegang papar bag dengan cara palm-grash yang slalu kau tahan bag bawahnya.
Semua ciri itu tidak awam bagiku, mungkinkah itu kau?
Gerik-gerik itu sempat kuperhatikan beberapa bulan lalu. Iya, lebih tepatnya terpaksa kuperhatikan.
Tapi bagaimana mungkin, kau dari arah sama sepertiku, bukankah saat itu kau yang memilih untuk berbeda arah denganku. Perpisahan kita dulu ialah keputusan yang terpaksa kita sesali bersama. Sebab, kita berpisah dengan keadaan masih saling mencintai.
Sepotong sajak milik daeng @1bichara
 Saat satu-persatu orang memencet bel ketika sampai ditujuan masing-masing. Kau masih saja duduk termanggu sama sepertiku. Apakah kau sampai pemberhentian terakhir sepertiku?
Sempat hatiku berdetak kencang, jika itu benar kau, apakah aku harus menyapamu dulu dan bercerita banyak hal yang sudah tidak kita lewatkan bersama. Tapi aku masih memegang prinsip puisi ini.
Entah, ini puisi siapa, tapi aku suka banget. kalo tau kontak me yah
Atau malah kau pura-pura lewat di jalanku, agar kita bisa sejalan lagi. Kau pura-pura Nanti kamu modus nganterin aku sampek rumah.
Ah aku terlalu jauh membayangkanmu, haha.
Ternyata bayangan tadi di hapus semilir angin muson timur di bulan ramadhan ini. Iya, kau tidak turun di pemberhentian terakhir. Tinggal aku sendiri di angkot yang lusuh ini, bersama sepaket kenangan yang harus kulangitkan berkali-kali.
Mungkin ilusi ini, sebab aku tiba-tiba merindukanmu. Ternyata, kebersamaan kita sesekali perlu dikenang. Meskipun dengan orang yang bukan kamu lagi.

SDD(1978)

Kaulah miniatur dunia dengan segala keragamannya yang pernah kugapai dan kulepaskan begitu saja.


Unknown

part-time writer

i write what surround of my head

12 komentar:

  1. okeeee. galau banget. sampe ketularan. dan puisinya, ya ampun. sumpah, keren banget. apalagi yang karya daeng. sadis kata2nya

    BalasHapus
  2. Nyess benar kak cerita nya, memang kenangan selalu mengukir suatu hal yang gak bisa diungkapkan kata-kata....

    BalasHapus
  3. keren tulisannya kak Riskia sampai aku bingung mau comment apa ._.

    memori yang datang tiba-tiba kembali lagi dan meminta untuk dikenang. Kita nikmati saja~

    BalasHapus
  4. maksud dari kata kita abadi apaan yah??

    BalasHapus
  5. nyess banget tulisannya.. gatau lagi mau bilang apa.. yang pasti aku kutan galau :(

    BalasHapus
  6. aku suka kutipan di kahir cerita nya :)

    BalasHapus
  7. Kenangan diam-diam sering menyelinap. Jangan-jangan bukan kita yang mengunjunginya, jangan-jangan kenanganlah yang mengunjungi kita

    BalasHapus
  8. Nyesek ya.. Tapi memang kadang kita harus melepaskan sesuatu agar kita mendapatkan yang lebih baik bagi kita sendiri #SokTau #SokBijak

    BalasHapus
  9. Aw aw aw edisi postingan galau nih. Nggak mau bahas kenangan-kenangan ah. Takut baper :D

    Salam, Indra Permana

    BalasHapus
  10. Waduh... puitis banget. Jadi baper nih.

    #MoveOnWoy

    BalasHapus

Berkomentarlah sesukamu. Jangan kuatir nanti ada feedback kok :D
Terima kasih sudah berkunjung. :)