Senja
itu, aku pulang kampung sendirian. Sebenarnya bukan rasa kangen yang melatar
belakangi kepulangan ini. Tapi gara-gara ada broadcast message dadakan dari kampus Senin harus bawa palu,
obeng, tang dan perkakas sejenisnya. Meskipun perawat gigi, harus bisa akrab
dengan perkakas seperti ini. Kita akan diajari menjadi perkasa. Hahaha
Seperti biasa, ketika aku pulang ada beberapa opsi: nebeng temen atau naik angkot. MaklumJomblo. Hahaha Tapi kali
ini aku milih naik angkot karena kemaren aku dapet fatwa dari ibuku, gak boleh
nebeng-nebenganan sama temen. Kepulanganku kemaren, ada insiden kecil
yang menciptakan keluarnya fatwa tersebut. Maklum keluargaku sangat sensi kalo
anaknya berhubungan dengan lawan jenis. Lebih tepatnya terlalu sayang gituloh.
Sebenernya itu yg terbaik untuk aku juga sih.
Seperti biasa, ketika aku pulang ada beberapa opsi: nebeng temen atau naik angkot. Maklum
Suasana Ramadhan memang selalu identik dengan panasnya. Apalagi di angkot,
duh rasanya bak dimasukkan autoclave elektric dengan suhu normal. Panasnya
subhanalllah... Lagi-lagi, pikunku kumat, yaps aku lupa gak bawa headset.
Setidaknya, ada pendingin tellingalah di angkuhnya kota Surabaya.
Namun, ketika aku naik angkot jurusan krian-mojosari, ada suatu pemandangan
yang memaksa mataku untuk menjadi lebih besar dan memandang lebih lama. Iya,
aku bertemu sesosok pemuda yang pernah spesial mengusik kehidupanku.
Kau mengenakan kaos oblong yang dibalut dengan kemeja flanel kotak-kotak
dan bercelana jeans belel. Stylemu masih sama antara klombor dan styles,
yang selalu kau bela ”Ya, ini seni". Kaulah orang nomor satu kalo masalah
ngeles.
Cara kau duduk merunduk---menerjemahkan segala perjalanan kehidupan.
Dibalik kepawaianmu berbicara maupun menciptakan humor, kau punya keterasingan
sendiri menciptakan teori-teori nakal—meskipun di keramaian sekalipun. Kadang
juga kata-kata romantis yang tiada bosan kubaca berkali-kali. (itu dulu)
Cara kau melepas rokokmu yang begitu khas dari mulutmu. Kebiasaanmu ini
memang tak bisa kuhadapi lagi, (dulu). Ternyata, sekarang kau masih sama,
(masih) suka melukai badanmu.
Makanya, badanmu aja kau lukai apalagi aku.
Semboyan "merokok membunuhmu"pun tak pernah kau gubris sekalipun.
Kau terus bilang gini "Rokok kan bukan Tuhan. So, kenapa aku harus takut
mati karena sebatang rokok. Hahaha gak rasional.“
Menurutku sih, merokok itu sah-sah saja asal tidak membagikan penyakit ke
lingkungan sekitarnya. Mau sakit ya, sakit sendiri aja. Gak usah ngajak-ngajak.
Cara
kau memegang papar bag
dengan
cara palm-grash yang slalu kau tahan bag bawahnya.
Semua
ciri itu tidak awam bagiku, mungkinkah itu kau?
Gerik-gerik
itu sempat kuperhatikan beberapa bulan lalu. Iya, lebih tepatnya terpaksa
kuperhatikan.
Tapi
bagaimana mungkin, kau dari arah sama sepertiku, bukankah saat itu kau yang
memilih untuk berbeda arah denganku. Perpisahan kita dulu ialah keputusan
yang terpaksa kita sesali bersama. Sebab, kita berpisah dengan keadaan masih
saling mencintai.
Sepotong sajak
milik daeng @1bichara
Saat satu-persatu orang
memencet bel ketika sampai ditujuan masing-masing. Kau masih saja duduk termanggu sama
sepertiku. Apakah kau sampai pemberhentian terakhir sepertiku?
Sempat
hatiku berdetak kencang, jika itu benar kau, apakah aku harus menyapamu dulu
dan bercerita banyak hal yang sudah tidak kita lewatkan bersama. Tapi aku masih
memegang prinsip puisi ini.
Entah, ini puisi siapa, tapi aku suka banget. kalo tau kontak me yah
Atau malah kau pura-pura lewat di jalanku, agar kita bisa sejalan lagi. Kau
pura-pura Nanti kamu modus nganterin aku sampek rumah.
Ah
aku terlalu jauh membayangkanmu, haha.
Ternyata
bayangan tadi di hapus semilir angin muson timur di bulan ramadhan ini. Iya, kau tidak turun di
pemberhentian terakhir. Tinggal aku sendiri di angkot yang lusuh ini, bersama
sepaket kenangan yang harus kulangitkan berkali-kali.
Mungkin
ilusi ini, sebab
aku tiba-tiba merindukanmu. Ternyata, kebersamaan kita sesekali perlu dikenang.
Meskipun dengan orang yang bukan kamu lagi.
SDD(1978)
Kaulah miniatur dunia dengan segala keragamannya yang pernah kugapai dan kulepaskan begitu saja.
okeeee. galau banget. sampe ketularan. dan puisinya, ya ampun. sumpah, keren banget. apalagi yang karya daeng. sadis kata2nya
BalasHapusNyess benar kak cerita nya, memang kenangan selalu mengukir suatu hal yang gak bisa diungkapkan kata-kata....
BalasHapuskeren tulisannya kak Riskia sampai aku bingung mau comment apa ._.
BalasHapusmemori yang datang tiba-tiba kembali lagi dan meminta untuk dikenang. Kita nikmati saja~
maksud dari kata kita abadi apaan yah??
BalasHapusnyess banget tulisannya.. gatau lagi mau bilang apa.. yang pasti aku kutan galau :(
BalasHapusaku suka kutipan di kahir cerita nya :)
BalasHapustulisannya ngena banget:3
BalasHapusKenangan diam-diam sering menyelinap. Jangan-jangan bukan kita yang mengunjunginya, jangan-jangan kenanganlah yang mengunjungi kita
BalasHapusNyesek ya.. Tapi memang kadang kita harus melepaskan sesuatu agar kita mendapatkan yang lebih baik bagi kita sendiri #SokTau #SokBijak
BalasHapusAw aw aw edisi postingan galau nih. Nggak mau bahas kenangan-kenangan ah. Takut baper :D
BalasHapusSalam, Indra Permana
Waduh... puitis banget. Jadi baper nih.
BalasHapus#MoveOnWoy
Jadi ikutan baper ahelah :(
BalasHapus